PEMIMPIN NAGARI KUBANG SAWAHLUNTO DARI MASA KE MASA DAN DINAMIKANYA (2)

(Tulisan kedua, sambungan tulisan pertama...)

Seorang kawan yang cukup konsern dalam menggali sejarah kota Sawahlunto yaitu Pak Marjafri dari #KomunitasAnakNagariSawahlunto, mendapatkan cuplikan dari Surat Kabar Sinar Deli tertanggal 3 Desember 1931. Cuplikan itu bertajuk "Rapat Besar di Nagari Kubang" yang bertempat di Mesjid Baitunnur Kubang. Cuplikan Surat Kabar lama itu menguak bagaimana gambaran kondisi nagari Kubang pada akhir tahun 1931 yaitu pada masa kepemimpinan Angkupalo Muhammad Rasyad Dt. Maharajo Kayo. Beberapa pertanyaan yang menggelitik di pikiran penulis selama ini mendapat pencerahan dari cuplikan Surat Kabar ini.

Pertama mengenai periode kepemimpinan Angkupalo Muhammad Rasyad Dt. Maharajo Kayo sebagai Angkupalo nagari Kubang. Pada rapat itu beliau mengatakan bahwa saat itu beliau telah lima belas tahun memimpin nagari Kubang. Itu artinya beliau dilantik menjadi Angkupalo nagari Kubang tahun 1916. Sedangkan beliau meninggal ketika masih menjabat sebagai Angkupalo tahun 1938. Terjawablah satu pertanyaan bahwa Angkupalo Muhammad Rasyad Dt. Maharajo Kayo memimpin nagari Kubang diperkirakan pada periode 1916-1938. 

Kedua mengenai kenapa nagari Kubang tidak disebut-sebut dalam Perang Silungkang 1926/1927. Padahal Perang Silungkang adalah perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda di Sawahlunto yang sejatinya telah berkonflik lama dengan nagari Kubang. Selain itu Silungkang merupakan tetangga terdekat dan punya hubungan kekerabatan dengan nagari Kubang. Bukankah itu artinya nagari Kubang kini mendapat dukungan untuk memerangi Kolonial di Sawahlunto?. Ternyata tidak begitu, jawabannya ada pada Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo. Beliau ternyata tidak sejalan dengan orang-orang yang ikut dengan Perang Silungkang dan bersikap abstain atau tidak ikut terlibat dengan perang itu. Ini tentu menarik, karena hasil sebuah riset yang dituangkan dalam buku "Sawahlunto Dulu, Kini dan Esok" dikatakan bahwa seorang pangulu dari nagari Kubang ikut terlibat dalam Perang Silungkang. Pangulu itu terlibat karena hubungannya dengan tanah ulayat. 

Karena Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo mengambil sikap seperti itu, maka masyarakat nagari Kubang umumnya juga bersikap tidak mau terlibat dalam Perang itu. Tapi sebenarnya banyak indikator penyebab tidak terlibatnya masyarakat nagari kubang dalam perang itu . Misalnya karena masyarakat nagari Kubang sudah trauma karena pernah merasakan bagaimana pahit getirnya  ketika tuanku H. Khatib di penjara tahun 1908 dan masyarakat di teror dengan penangkapan-penangkapan yang membabi buta selama berbulan-bulan oleh Pemerintah Kolonial. Pada waktu itu banyak masyarakat yang tak terlibat Porang Tahun Salapan tapi tetap dijebloskan ke penjara. Indikator lainnya adalah karena spirit yang melatarbelakangi Perang Silungkang itu tidak sejalan dengan spirit masyarakat adat nagari Kubang saat itu dan bisa jadi pula karena keduanya berbeda haluan politik.

Jadi tidak ada pangulu dari nagari Kubang yang terlibat dalam Perang Silungkang seperti yang di tulis dalam buku Sawahlunto Dulu, Kini dan Esok. Apa lagi bila dihubungkan dengan tanah ulayat. Namun memang ada satu orang anak nagari Kubang sebagai satu-satunya yang ikut terlibat dalam Perang Silungkang ini. Dia adalah Ongku Lokuak dari Suku Dalimo nagari Kubang. Sehingga beliau ikut dibuang oleh Pemerintah Kolonial ke Boven Digul. Tapi keterlibatan Ongku Lokuak tidak mewakili keterlibatan anak nagari Kubang umumnya dan tidak ada hubungannya dengan perjuangan tanah ulayat di Sawahlunto.

Juga ada indikator yang menunjukkan pemuka-pemuka nagari Kubang sudah merubah cara perjuangan mereka sejak pasca peristiwa Porang Tahun Salapan. Sepertinya mereka sekarang lebih fokus kepada membangun nagari. Hasilnya sudah dirasakan oleh masyarakat nagari Kubang sebelum Perang Silungkang meletus. Berbagai kemajuan sudah di capai oleh masyarakat nagari Kubang di bawah kepemimpinan Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo. Diantaranya semakin banyak masyarakat adat nagari Kubang yang mengenyam pendidikan dan menjalankan berbagai profesi di Sawahlunto. Ini juga penyebab mengapa Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo tidak sejalan dengan Perang Silungkang. Beliau tentu saja tidak mau merusak kondisi nagari Kubang yang sudah mulai kondusif. 

Selain itu Peristiwa Porang Silungkang adalah sebuah pergolakan yang berasal dari eksternal nagari Kubang. yaitu berawal dari rasa ketidakadilan masyarakat terhadap Pemerintah Kolonial yang merembet dari berbagai daerah. Akhirnya di Sumatra Barat perlawanan itu meletus di Silungkang dengan targetnya adalah perusahaan tambang Ombilin dan Pemerintahan Kolonial di Sawahlunto. Perlawanan itu berakhir dengan  kegagalan dan memakan banyak korban. Konon ribuan orang ditangkap di seluruh Sumatra Barat. Tetapi bila ditelisik apa yang terjadi dengan masyarakat nagari Kubang, bahwa sebenarnya ketidakadilan itu telah lebih dulu mereka rasakan terhadap perusahaan tambang Ombilin itu, yaitu sejak awal ekploitasi dilakukan tahun 1880-an. Perlawanan dengan konfrontasi terbuka juga telah lebih dulu mereka lakukan dan juga mengalami kegagalan, yaitu  tahun 1908.

Walaupun nagari Kubang tidak ikut dalam Perang Silungkang, namun menurut orang tua-tua dahulu bahwa nagari Kubang telah menjadi tempat berlindung bagi masyarakat Silungkang saat itu. Jumlahnya cukup banyak, terutama orang-orang jompo, kaum perempuan dan anak-anak. Apalagi mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan kaum-kaum di nagari Kubang. Di nagari Kubang mereka aman saat itu.

Namun dengan abstain-nya angkupalo dan masyarakat nagari Kubang pada Perang Silungkang tentu saja menjadi "kendala" bagi kelompok yang ingin mengadakan perlawanan di Sawahlunto. Sebab Sawahlunto adalah daerah ulayat nagari Kubang dan Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo adalah orang yang sangat berpengaruh di Sawahlunto dan sekitarnya saat itu. Bahkan beliau orang yang cukup berpengaruh sampai ke Minangkabau. Karena itulah beliau mengatakan dirinya merasa terancam. Pada Surat Kabar Sinar Deli tertanggal 3 Desember 1931 itu di katakan bahwa Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo mencurahkan isi hatinya kepada masyarakat Kubang pada saat Rapat Besar di Mesjid Baitunnur itu. Seperti terdapat pada kutipan berikut : "....bermatjam-matjam fitnah jang dilemparkan orang jang dengki kepada beliau sehingga beberapa kali djiwa beliau terantjam. Betapa poela kesoesahan jang beliau derita tatkala pada tahoen 1919-1921 anak negeri kekoerangan beras dan bagaimana poela beliau diantjam orang-orang kaoem comunist di pemberontakan tahoen 1926-1927, tapi Allah Taala melindoengi beliau dari segala bentjana itoe, sehingga beliau dapat berdjalan teroes dengan tidak meindakan lelah sampai beliau dianoegerahi seboeah bintang oleh pemerintah, tanda djasa beliau oentuk memadjukan negerinja....". Begitulah cuplikan berita di Surat Kabar Sinar Deli tanggal 3 Desember tahun 1931  dan begitulah dinamika yang terjadi waktu itu. Mungkin karena itulah kenapa kematian beliau yang mendadak pada tahun 1938 yang ditandai oleh fenomena alam yang aneh di nagari Kubang, akhirnya dihubung-hubungkan oleh masyarakat Kubang dengan sikap beliau yang teguh memegang prinsip itu. Tentu saja ini tidak disukai oleh lawan-lawan politiknya dari luar lingkup nagari.

Dari kutipan Surat Kabar Sinar Deli di atas juga dikatakan bahwa Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo dianugerahi bintang jasa oleh Pemerintah Kolonial. Menurut tutua nan ditarimo (penuturan orang tua-tua dahulu) bahwa sekolah Gouvernement di Balaikubang didirikan oleh Pemerintah Kolonial sebagai kompensasi/ hadiah kepada masyarakat nagari Kubang karena tidak ikut serta pada Perang Silungkang. Karena itu pula penghargaan dan bintang jasa itu diberikan oleh Pemerintah Kolonial kepada Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo.

Kemungkinan pada pasca peristiwa Perang Silungkang itu, Pemerintah Kolonial menganggap ketidaksertaan nagari Kubang dalam Perang Silungkang menunjukkan keberhasilan Politik Etis-nya di Sawahlunto. Dimana pendekatan itu sudah mereka terapkan kepada nagari Kubang sejak pasca peristiwa Porang Tahun Salapan. Karena itu pada pasca peristiwa Perang Silungkang tahun 1927, Pemerintah Kolonial terus melanjutkan model pendekatan seperti itu  kepada masyarakat nagari Kubang. Yaitu dengan mendirikan sekolah Gouvernement di Balaikubang serta menganugerahkan bintang jasa kepada Angkupalo M. Rasyad Dt. Maharajo Kayo yang telah berjuang untuk kemajuan nagarinya.
Wallahu a'lam bissawab***

(Bersambung ke tulisan ke 3...)

Keterangan :
SD Negeri 01 Kubang. Berdiri sekitar tahun 1909-1911 dengan tiga kelas. Sebagai kompensasi Perang Belasting atau Porang Tahun Salapan. Yaitu Perlawanan Rakyat Kubang dan Lunto terhadap Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1908 di Sawahlunto. Kemudian berubah menjadi sekolah Gouvernement tahun 1927. Yaitu sebagai kompensasi/ hadiah kepada masyarakat Kubang karena tidak ikut serta dalam Perang Silungkang 1926/1927. Pada zaman Jepang berubah menjadi Sekolah Rakyat (SR) sampai zaman orde lama. Pada zaman Orde Baru berubah menjadi SD no. 1 Kubang.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekapur Sirih dari Rantau

OCMHS: Membangun Citra Ditengah Defisit

Alm. Kapten. AMIR JAMIN Dt. Rajo Nan Sati dan Sepenggal Kisah Sang Komandan