Sekapur Sirih dari Rantau
Beberapa hari yang lalu saya bertemu kawan lama di Jakarta. Kawan ini orang Sawahlunto yang sudah lama merantau ke Jakarta. Sedangkan saya orang Kubang Sawahlunto yang juga cukup lama merantau ke Jakarta. Walau kami sudah lebih tiga dekade merantau ke Jakarta tapi rasa cinta kami terhadap kampung halaman tak pernah surut. Maka dipertemuan yang singkat itu, kami ngobrol sambil ngopi-ngopi di sebuah warung pinggir jalan. Topik pembicaraan kami boleh dikatakan tak bergeser dari Kota Sawahlunto tanah kelahiran kami.
Singkat cerita bicaralah kawan ini mengenai perkembangan politik terkini di Kota Sawahlunto. Dia bercerita tentang Paslon nomor urut 1 di Pilkada Sawahlunto tahun 2024. Sosok yang dibicarakan adalah Riyanda Putra, S.IP. Riyanda adalah calon walikota yang namanya muncul tiba-tiba menjadi perbincangan akibat dari sebuah "kegaduhan" di internal partai yang mengusungnya untuk bisa duduk dikursi DPRD Kota. Begitulah kawan ini memulai ceritanya. "Kegaduhan" itu muncul setelah partai yang mengusung Riyanda memperoleh kursi terbanyak hasil pemilu serentak 2024. Maka partai pengusung Riyanda ini dinyatakan berhak duduk di kursi pimpinan DPRD Kota Sawahlunto dan Riyanda berhak atas kursi itu karena perolehan suaranya terbanyak di internal partainya. Tetapi kemudian Riyanda "tersisih" sebagai pimpinan dewan akibat percaturan politik di internal partanya sendiri. Hal ini membuat Riyanda "meradang" lalu hengkang dari partainya. Tak tanggung-tanggung Riyanda lalu bergabung ke Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto untuk maju mencalonkan diri sebagai Calon Walikota Sawahlunto 2024. Bak gayung bersambut, DPP Partai Gerindra melalui Andre Rosidae yang merupakan urang sumando Nagari Silungkang, membentangkan karpet merah buat Ryanda - Jefry sebagai kandidat yang di usung. Setelah lobi-lobi politik berjalan secara masif, maka lima partai besar (Gerindra, Golkar, PKS, Nasdem, Demokrat) berkoalisi mengusung Riyanda - Jefry untuk Sawahlunto 1.
Pemaparan perkembangan politik di kampung halaman oleh kawan saya ini, sangat mencengangkan saya. Sementara saya sendiri hanya tobuak-tobuak panjaik alias kurang paham kalau urusan politik begini. Tapi ada satu hal yang kawan saya ini belum terlalu paham, siapakah sosok Riyanda Putra, S.IP. ini sebenarnya. Bahwa dia maju sebagai anggota DPRD kota dari daerah pemilihan kec. Talawi karena istrinya dari sana, kawan ini sudah tahu. Bahwa mertua Riyanda adalah seorang pengusaha tambang batubara sukses yang juga seorang politisi senior Sawahlunto dari Talawi, dia juga sudah tahu. Namun bahwa Riyanda adalah seorang putra terbaik dari nagari Kubang, dia belum terlalu yakin alias masih tobuak-tobuak panjaik. Namun setelah saya memaparkan siapa sosok kedua orang tua Riyanda, apa sukunya dan siapa karib kerabat Riyanda yang dikenal oleh kawan saya ini, barulah terang benderang olehnya siapa sosok Cawako ini. Maklumlah sudah hampir empat puluh tahun kawan ini merantau ke Jakarta.
Dari pembicaraan kami di sore itu, kawan ini mencoba mengkalkulasikan seberapa besar peluang Paslon nomor urut 1 ini dari berbagai sudut pandang. "Peluangnya sangat besar", katanya. Rupanya kawan ini baru beberapa bulan lalu pulang dari kampung. Disana dia mendengar aspirasi beberapa karib kerabatnya di Sawahlunto. "Sawahlunto dalam beberapa periode kepemimpinan kebelakang ini boleh dikatakan jalan di tempat alias tidak ada perkembangan. Karena itu Sawahlunto perlu tipe pemimpin progresif yang menjadi ciri pemimpin-pemimpin muda diawal kemerdekaan. Yaitu berani, berpendirian teguh, penuh percaya diri, responsif dan punya banyak ide serta terobosan-terobosan yang inovatif. Tapi itu kurang tampak di beberapa periode kepemimpinan setelah era Bapak Amran Nur", katanya. Saya sangat setuju dengan pendapat kawan saya ini. Dan saya hanya menambahkan pandangan kawan saya ini dengan mencoba mendeskripsikan pemimpin masadepan Sawahlunto itu ibarat pohon. "Pemimpin itu harus ba urek kabawah, bapucuak ka ateh, di tangah nan indak digiriak kumbang. Aka jo batangnyo bisa ka tampek basanda, dahan dan daunnyo bisa ka tampek balinduang (berakar kuat ke tanah, mempunyai pucuk yang tinggi keatas, batang tidak busuk karena ulat, akar dan pangkal batangnya bisa tempat bersandar, dahan dan daunnya bisa tempat berlindung dari hujan dan terik matahari). Dan itu ada pada sosok Riyanda Putra", kata saya.
Diujung pembicaraan, kawan saya ini masih saja bertanya, "Jadi angku tagak dima (Jadi kamu berdiri dimana)?", tanyanya. Saya hanya mengatakan bahwa saya tak mengerti perkembangan politik praktis di Sawahlunto, yang saya punya hanyalah rasa rindu yang hampir pupus, tapi kini bangkit kembali. Yaitu karena adanya kesempatan bagi putra Nagari Kubang menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Peluang yang tak pernah terjadi pada masa Orde Lama sampai Orde Baru karena Sawahlunto terjebak dalam pusaran politik nasional yang sentralistik. Akibatnya pada masa kepemimpinan dua rezim itu hampir tak ada satupun peninggalan negara buat kota tua Sawahlunto. Sementara masyarakat Kubang pada era Orde Lama tersingkir dari kekuasaan dan percaturan politik Kota Sawahlunto, karena menjadi sarangnya para simpatisan PRRI. Bahkan pasca PRRI Kubang tetap tersingkir sebagai orang yang kalah perang. Akibatnya semua peninggalan yang tersisa hanyalah peninggalan-peninggalan Belanda, karena tak ada pemimpin kota zaman itu yang memperjuangkannya. Sehingga hampir tak ada bekas jejak-jejak negara sejak pasca kemerdekaan sampai reformasi di kota ini. Tapi pada kenyataanya negara terus mengeksploitasu sumber daya alam kota ini. Dan na'asnya saat gelombang reformasi nasional bergulir pada akhir 90-an, yang ditandai dengan era baru otonomi daerah, persis disaat bersamaan Sawahlunto sudah kehabisan energi (batubara) yang layak tambang. Itu artinya gaung otonomi daerah itu baru muncul ketika Kota Sawahlunto sudah tak punya lagi bergaining position (posisi tawar) kepada Pemerintah Pusat. Daerah-daerah yang tak punya posisi tawar umumnya akan terpuruk pasca reformasi. Inilah penyakit kronis yang dialami oleh Kota Sawahlunto sehingga boleh dikatakan tak ada perkembangan pasca reformasi. Justru mungkin yang ada adalah kemerosotan ekonomi dari tahun ke tahun. Tapi lihatlah daerah-daerah yang dulu ketika masa sebelum reformasi adalah daerah tak berkembang. Tapi daerah itu punya sumber daya alam yang melimpah seperti tambang, sawit dll. Lihatlah perkembangan daerah itu setelah era reformasi. Daerahnya terus berkembang bahkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Itu karena mereka punya posisi tawar dengan Pemerintah Pusat, misalnya mengenai berapa persen pajak tambang, sawit dll yang akan disetorkan kepada Pemerintah Pusat dan berapa buat daerah. Sehingga mereka mempunyai anggaran yang cukup untuk membangun daerahnya.
Sawahlunto punya sumber daya alam tapi sudah terkuras pada masa lalu, sementara itu untuk membangun sektor-sektor lain sebagai sumber-sumber ekonomi baru perlu anggaran yang besar dan waktu yang lama. Maka saat ini Sawahlunto perlu pemimpin yang mampu dan berani berteriak ke Pemerintah Pusat : "Wahai Bapak Presiden kami yang baru, Bapak Prabowo Subianto yang terhormat. Sawahlunto sudah bangkrut sejak awal spirit otonomi daerah itu digulirkan oleh Pemerintah Pusat, karena pada saat yang sama PTBA tutup di kota kami karena batubaranya sudah habis. Hasilnya tak pernah kami mencicipinya karena sistim pemerintahan yang Sentralistik itu. Padahal dulu (zaman kolonial, zaman Orde Lama dan Orde Baru) kami adalah anak emasnya negara ini karena adanya kandungan batubara diperut bumi kami. Mungkin sudah ratusan bahkan ribuan triliun yang telah kami sumbangkan kepada negara ini dari batubara sejak pemerintahan kolonial sampai berakhirnya era Orde Baru. Tapi sekarang setelah era reformasi, kami ibarat "habis manis sepah dibuang". Kini kami sekarat, karena sudah tak punya posisi tawar lagi. Padahal spirit reformasi itu sudah kami teriakkan sejak zaman Orde Lama, tapi karena itu kami di cap sebagai pemberontak. Bukankah dulu Bapak Presiden juga bagian dari kami, dicap sebagai pemberontak lalu hidup sebagai pelarian karena kita meneriakkan otonomi daerah dan anti komunisme. Kami senang bapak bisa cepat bangkit dari keterpurukan sementara kami di daerah masih terpuruk hingga saat ini. Karena itu jangan tinggalkan kami wahai Bapak Presiden Prabowo. Kami perlu kucuran anggaran dari pusat untuk menyelamatkan rakyat kami.
Presiden mana yang tak akan terketuk hatinya mendengar jeritan hati rakyat kota Sawahlunto ini. Tapi jeritan rakyat ini tak pernah disampaikan oleh pemimpin Kota Sawahlunto terdahulu kepada Pemerintah Pusat khususnya sejak pasca reformasi. Tentu saja karena pemimpinnya baurek ka bawah tapi indak bapucuak ka ateh. "Saya sangat berharap dan berkeyakinan setelah melihat latar belakang dan sepak terjang dari Riyanda - Jeffry belakangan ini, bahwa jeritan rakyat ini sepertinya akan bisa tersampaikan kepada bapak Presiden kita yang baru Bapak Prabowo Subianto", kata saya kepada kawan ini. Dan ternyata kawan ini juga sepakat dengan saya. Karena itu kami juga sepakat bahwa kedepan akan lebih besar harapan dan peluang Paslon nomor 1 untuk menyelasaikan bebagai problematika yang mendasar di kota ini.
Persoalan-persoalan mendasar itu seperti ; menyelesaikan dengan "elegan" konflik-konflik agraria kronis yang tak tersentuh oleh kepemimpinan sebelumnya, pembangunan infrastruktur yang tak merata selama ini, mencarikan solusi bagi permasalahan-permasalahan seperti bagaimana cara meningkatkan daya beli masyarakat yang terus terpuruk sampai ke titik nadir pasca penutupan tambang, bagaiman cara meningkatkan pelayanan umum seperti mengembalikan citra RSUD sebagai rumah sakit kebanggan masyarakat Kota Sawahlunto seperti dulu lagi, sehingga kembali menjadi rujukan dari bergai daerah. Bagaimana jayanya dulu RS. Tambang Batubara Ombilin. Dan setelah itu sebagai RS. Militer dari Divisi Banteng pada zaman Agresi Belanda I yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan masyarakat Sumatra Tengah. Pada masa itu Sawahlunto dengan tambang batubaranya berdiri kokoh ditengah gejolak perang agresi sebagai mesin ATM-nya perjuangan, pabrik persenjataan serta Rumah Sakit Militernya buat Sumatra Tengah.
Matahari sore telah mulai menghilang dibalik kokohnya dinding-dinding beton yang menjulang. Masih banyak cerita yang belum terungkapkan tentang kampung halaman. Namun diskusi yang hangat itu harus kami akhiri karena gerimis tampaknya telah semakin menambah semrautanya perjalanan pulang. ***.
Paslon nomor urut 1, Riyanda Putra, S. IP (Kubang) - Jeffry Hibatullah (Talawi) sebagai calon Walikota Sawahlunto 2024.
Profil singkat Riyanda Putra, S.IP
- Alumnus Universitas Pajajaran Bandung. Jurusan Ilmu Pemerintahan.
- Suku : Patopang, kaum Datai.
- Putra dari : Ibuk Mestia Farida (Mes) dan Bapak Adriwan (Won) Dt. Bandaro Kayo.
- Rumah : Sawah Kociak, Polak Datai, Desa Kubang Tangah.
Komentar
Posting Komentar